Pengetuk Hati Raifah
By : Anisa
Matanya berkaca-kaca, siap meneteskan air mata. Entah kenapa
mendengar suara itu, hatinya mendadak risau. Di sergap rasa penasaran. Di balik
jendela mesjid ia hanya mampu melihat orang itu dari belakang, sedikitpun ia
tidak dapat melihat wajah orang yang sudah membuat hatinya bergetar hebat.
Raifah, gadis itu hanya mampu memendam rasa penasarannya dan akhirnya kembali
ke rumah dengan penuh tanda Tanya. “ Tuhan, pertemukan aku dengan orang itu
lagi.” Pinta Raifah dalam hati.
Ke esokan harinya, Raifah mendatangi tempat itu lagi. Di temani Asyifa
sahabat baiknya, ia berharap dapat bertemu dengan orang itu.
“ Dimana orang itu ?”
“ Siapa ?”
“ pemuda yang duduk di dekat mimbar kemarin, pemuda yang membaca
ayat al-qur’an.”
Asyifa terperangah tak percaya mendengar Raifah sahabat baiknya
mencari seorang pemuda yang banyak menghabiskan waktunya di mesjid.
“ kenapa ? ada apa dengan pemuda itu ?” Asyifa kembali bertanya
“ kamu kenal
dengan orang itu Fa, please pertemukan aku dengannya.”
“ mmmmm,,,, ia aku kenal. Tapi sebelumnya aku ingin tahu alasan
kenapa kamu begitu penasaran ingin bertemu dengannya.”
Belum sempat menjawab pertanyaan Asyifa. Pemuda yang di cari Raifah
mendadak lewat di samping mereka. Dan tanpa fikir panjang lagi Raifah segera
menghampiri pemuda itu.
“ hai…..!!!” sapa Raifah kepada pemuda itu
“ Assalamu Alaikum.” Balas pemuda itu dengan pandangan kosong
Raifah terdiam. Mulutnya
seakan terkunci. Pemuda yang berdiri di sampingnya benar-benar membuat hatinya
bergetar tak karuan.
Asyifa hanya bisa memperhatikan Raifah dari jauh. Ia sedikitpun
tidak berani untuk mendekat. Pemuda itu, pemuda yang sedang berbincang dengan
Raifah sebenarnya adalah orang yang juga selama ini dikagumi Asyifa.
***
Semakin hari, Raifah semakin penasaran dengan pemuda itu. Hampir
setiap hari ia datang ke mesjid sekedar untuk melihat pemuda itu meskipun dari
jauh. Raifah memang non muslim tapi bisa dipastikan ia tidak pernah absent
mengikuti kajian-kajian yang diadakan setiap harinya di mesjid kampus.
“ sebenarnya nama pemuda itu siapa sih, please beritahu aku Fa.”
“ mmmm,,,, namanya Miftahul Khaer Adiaksha. Dia itu jurusan ilmu
hukum semester 6.”
“ terima kasih Fa.” Sangat
jelas tergambar kebahagiaan dari raut wajah Raifah. Ia benar-benar telah
terpikat dengan pemuda itu.
Setelah mengetahui nama dan jurusan pemuda itu, Raifah tidak
hentinya-hentinya mendekati Mifta. Ia tidak peduli sudah berapa sering ia
dicuekin, rasa penasaran yang ada dalam dirinya benar-benar menjadikannya
seorang yang tak perduli bagaimana orang-orang menilainya. Bagaimana tidak ?
Raifah seorang non muslim tapi ia sama sekali tidak pernah absent mengikuti
kajian-kajian di mesjid. Dan juga Raifah mahasiswa fakultas ekonomi tapi ia
lebih sering terlihat di fakultas hukum.
Pada akhirnya, Mifta kalah dengan semua usaha Raifah untuk
mendekatinya. Siang itu, setelah memandu kajian, Mifta meminta Asyifa untuk
dipertemukan dengan Raifah.
“ Assalamu Alaikum.” Sapa Mifta kepada Raifah
“ Waalaikum salam.” Jawab Raifah
Asyifa terperangah mendengar Raifah membalas salam yang di ucapkan
Mifta. Bagaimana tidak ? selama bersahabat dengan Raifah, ia sama sekali tidak
pernah mendengar Raifah memberi dan menjawab salam dari seseorang. Apalagi
sudah sangat jelas Raifah adalah non muslim.
“ maukah engkau mengajariku membaca al-qur’an, maukah engkau
mengajariku agama, maukah engkau menuntunku mencari jati diriku dan berkenankah
engkau menjadi kekasihku ?” tanpa fikir panjang lagi Raifah mengeluarkan semua
yang selama ini mengganjal di hatinya. Ia benar-benar tidak peduli bagaimana
nanti penilaian Mifta terhadap dirinya. Yang ia tahu bahwa Mifta berbeda dengan
cowok yang selama ini ia kenal.
Mifta tertunduk sejenak dan akhirnya berkata “ bagaimana aku bisa
mengetahui kalau apa yang kamu ucapkan itu benar-benar tulus dari hatimu ?”
“ saat ini aku siap mengucapkan dua kalimat syahadat. Bukan karena
kamu, bukan karena Asyifa sahabatku dan bukan pula karena siapa-siapa. Aku
merasakan kedamaian hati setiap kali aku mendengar lantunan ayat suci
al-qur’an.”
“ bagaimana dengan orang tua dan keluargamu ?” Mifta kembali
bertanya
Raifah meneteskan air mata kemudian berkata “ orang tuaku tidak
pernah mengajariku sedikitpun tentang agama, mereka terlalu sibuk dengan dunia
mereka sendiri. Dan sekarang aku sadar, bahwa agama yang aku cari adalah islam.
Aku hanya mampu berkata hatiku terasa damai, tenang, dan sejuk setiap kali
mendengar lantunan ayat suci al-qur’an.”
Melihat ketulusan hati Raifah yang benar-benar ingin belajar agama
islam, Mifta akhirnya luluh dan memutuskan untuk mengajari Raifah tentang
islam.
***
Satu bulan sudah berlalu. Raifah terlihat berbeda. Dia sudah
memakai hijab, pakaiannyapun terlihat lebih santun dari yang sebelumnya.
“ ini beneran kamu Fah ?”
“ iya, ini aku
Raifah. Kenapa, ada yang salah dari penampilanku ?”
“ Ti,,,ti,,,tidak. Subhanallah Fah, kamu terlihat sangat cantik
dengan pakaian yang seperti ini.”
“ ini semua berkat
Mifta, dia yang sudah membuatku seperti ini. Dia yang sudah berhasil mengetuk
pintu hatiku.”
Di tengah perbincangan antara Raifah dan Asyifa, Mifta mendadak
datang dan menghampiri mereka. Tepatnya di taman kampus.
“ Assalamu Alaikum.” Sapa Mifta
“ waalaikum salam
kak.” Balas Raifah dengan wajah merona
Lagi-lagi, Asyifa di buat terperangah oleh sikap Raifah yang begitu
berbeda. Asyifa benar-benar tidak percaya, sahabatnya yang dulu ia kenal
sombong, jutek dan cuek sekarang menjelma menjadi gadis muslimah yang solehah.
Perbincangan berlanjut. Mifta yang dulu selalu menghindar dari
Raifah sekarang justru terlihat dekat dan akrab dengan Raifah. Jelas, itu
menimbulkan tanda Tanya besar di benak Asyifa.
“ ma’af sebelumnya. Kalian terlihat begitu akrab. Mmmm,,,, apa
kalian menyembunyikan sesuatu dariku ?”
Raifah dan Mifta terdiam. Wajah mereka merona dan terlihat gugup
setelah mendengar pertanyaan Asyifa.
“ mmmm…. Ma’af Fa. Sebenarnya…….”
Belum sempat Raifah menjawab
pertanyaan Asyifa. Mifta mendadak pergi. Katanya sudah di tunggu dosen dari
tadi.
“ sebenarnya apa Fah ?” Asyifa terus mendesak
“ sebenarnya Mifta
sudah melamar saya satu minggu yang lalu.”
“ what ?” mendengar perkataan Raifah, mendadak Asyifa pergi dan
meninggalkan Raifah sendiri di taman kampus. Ia tidak mungkin menangis di depan
Raifah. Dan juga tidak mungkin ia mengatakan pada Raifah bahwa ia juga menaruh
harapan terhadap Mifta.
Menghindar. Setelah mengetahui bahwa Raifah sudah di lamar Mifta.
Asyifa terus saja mengindar dan menjauh dari Raifah. Bukan karena benci pada
sahabatnya itu, hanya saja ia belum bisa menerima kenyataan bahwa pemuda yang
selama ini di idam-idamkannya ternyata telah memilih gadis lain dan itu adalah
sabahatnya sendiri.
“ Assalamu Alaikum sahabat terbaikku Raifah…..
Ma’af atas sikapku yang sekarang menghindar darimu. Ma’af untuk
sikapku yang mungkin telah membuatmu kecewa. Aku hanya ingin menenangkan
perasaanku sebelum pada akhirnya aku kembali untuk melihat senyum bahagiamu di
pelaminan bersama orang yang begitu kau cintai. Jujur aku iri, aku cemburu.
Tapi aku percaya semua ini pasti yang terbaik. Kak Mifta telah memilih dan
memutuskan pilihannya sendiri. Dia tidak mungkin salah memilihmu. Selamat Fah,
aku berdo’a semoga kebahagiaan selalu bersamamu. Dan do’akan aku juga, semoga
luka di hati ini segera terhapus dan mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik
dari yang pernah kuharapkan sebelumnya.”
“ ma’af, ma’afkan aku. Andai saja aku tahu bahwa pemuda yang selama
ini kau ceritakan padaku adalah kak Mifta mungkin aku tak akan mendekatinya.”
Ucap Raifah yang terus saja menangis sembari menatap surat yang ada
ditangannya.
***
Komentar
Posting Komentar