Langsung ke konten utama

puisi esai

Surat Untuk Ayah

<.1.>

Menangis…
Entah kenapa melihat surat kecil itu
Hati menjadi pilu
Memberontak dan siap berteriak

Perlahan
Air mata semakin deras bercucuran dari mataku yang sipit
Namun, sebelum air mata membasahi pipi terlalu lama
Segera ku usap dan kuganti dengan senyuman

Tuhan…
Inikah jawaban dari do’a-do’aku selama ini ?
Inikah jawaban dari pertanyaanku selama ini ?
Tuhan….
Andai mereka tahu
Aku bersyukur dekat denganMU
Tabah dalam setiap cobaan dan ujianMU
Dan menjadikanmu pelabuhan terakhirku mengadu
Aku bersyukur bertuhankan engkau ya Allah

Satu persatu bayangan masa lalu yang kelam mulai menghampiri
Saat dimana yang menjadi sahabat hanyalah tangisan dalam do’a
Hidup dalam deraian air mata
Tenggelam dalam lautan kesedihan

Saat itu usiaku masih tujuh tahun
Usia dimana saatnya merasakan manisnya menimba ilmu
Bermain dan melihat indahnya dunia
Tapi tidak,
itu tidak terjadi padaku

anak yang malang. Begitulah aku menyebut diriku
Anak bungsu dari dua bersaudara
Hidup di tengah keluarga yang serba kekurangan
Cacian, hinaan, makian atau entahlah apa namanya
Itulah makanan kami setiap harinya

<.2.>

Pagi itu awan mendung
Hawa terasa sejuk
Cepat atau lambat hujan akan turun

Di gubuk kecil yang sederhana
Ku lihat ayah termenung memandangi langit
Matanya berkaca-kaca
Siap meneteskan air mata

Pahitnya hidup semakin terasa
Saat yang lain berucap syukur atas turunnya hujan yang begitu di  nanti
Aku justru menjerit dan semakin terhimpit

Apa yang bisa kulakukan jika hujan ?
Berdiam diri tak akan mengubah apapun
Yang ada hanyalah tangisan dan air mata

Belum beranjak ayah dari tempatnya
Hujan akhirnya membasahi bumi
Tetes demi tetes semakin deras mengalir
Dan perlahan semuanya berubah

Ayah jangan menangis.
Cukup hujan yang membasahi bumi
Usap air matamu
Aku akan merubah semuanya

Hatiku Begitu sakit melihat air mata ayah berderai
Bukan air hujan yang membanjiri gubuk sederhanaku
Bukan pula baju-baju kusutku yang hanyut terseret gelombang
Ayah. Aku akan merubah semuanya !

<.3.>

Tak ingin melihat ayah selalu sedih
Tak ingin melihat kakak terlalu keras bekerja
Ku beranikan diri untuk bermimpi
Bermimpi menaklukkan dunia dengan prestasi dan senyumanku yang tulus

Kuhampiri ayah yang sedang khusyuk berdzikir
Tasbih peninggalan ibu di pegangnya
Perlahan aku mulai bicara
Ayah, aku ingin bersekolah
Aku ingin melihat ayah tersenyum
Aku ingin melihat ayah bahagia
Aku ingin membuat ayah bangga kepadaku
Aku ingin terbebas dari belenggu kesedihan dan kemiskinan
Dan ah! Begitu banyak inginku

Dzikir tak hentinya di ucap ayahku
Tasbis itu semakin keras di genggamnya
Ia menangis dan akhirnya berbalik badan memelukku
Kurasakan hangat dekapan itu
Penuh kasih sayang

Anakku….
Jangan bermimpi terlalu tinggi
Biaya darimana, ayah tidak punya uang
Biaya sekolah mahal
Belum lagi di tambah dengan seragam dan buku-buku
Bahkan untuk makan saja kita sudah susah
Ma’af nak, ayah tidak bisa menyekolahkanmu seperti anak-anak yang lain

<4.>

Kupahami posisi ayah
Ku mengerti bagaimana keadaan keluargaku
Tidak punya apa-apa
Apalagi biaya untuk bersekolah

Saat malam mulai menyapa
Ayah mulai sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk melaut
Inilah ayahku sang nelayan

Perlahan
Kaki ayah melangkah menuju bibir pantai
Cemas, khawatir, ketakutan
Perasaan-perasaan tidak tenang mulai menyergapku

Di temani saudaraku
Ayah melambaikan tangan
Ku raih tangan itu
Ku cium dan ku genggam sekuat-kuatnya
Hati-hati ! ucapku
Aku menyayangi ayah

<.5.>

Tiga hari berlalu
Ayah dan saudaraku belum kembali dari melaut
Kemana. Kemana mereka
Aku kesepian dan ketakutan

Nak… ayahmu tak akan pernah kembali
Ikhlaskan dia
do’akan yang terbaik untuknya
Banggakan dia
Laki-laki tua menghampiriku
Seorang yang juga sebagai nelayan

Tidak !
Ayah dan saudaraku pasti akan kembali
Mereka tak akan meninggalkanku sendiri dan kesepian
Ayah sudah berjanji akan pulang
Membawa hasil tangkapan yang banyak
Dan aku bisa bersekolah

Orang mengira aku sudah gila
Setiap hari menghabiskan waktu di pinggir pantai
Mencaci dan memaki setiap kali ombak melambai
Aku hanya menunggu ayah dan saudaraku pulang

Ombak….
Kemana kau bawa ayah dan saudaraku
Kembalikan mereka padaku
Aku butuh mereka

<.6.>

Tidak ada yang berubah
Berbulan-bulan menunggu
Ayah dan saudaraku tetap tidak kembali
Mungkin benar
Mereka telah tenggelam dan di hanyutkan ombak yang ganas
Mereka benar-benar tak akan pernah kembali

Tuhan….
Kenapa Engkau  renggut mereka dariku
Apa salahku ?
Apa yang sudah ku lakukan
hingga Engkau seakan begitu membenciku
tuhan…
katakan apa salahku… apa ? apa ?
tidak cukupkah tangisanku selama ini ?

berusaha tegar dan sabar
menghadapi cobaan hidup
yang datang bertubi-tubi
sudah tak terhitung lagi
sudah berapa banyak air mataku yang tumpah
aku tidak tahu kemana harus mengeluh
ibu…
ibu yang selama ini menjadi sandaran hatiku di saat pilu
kini telah bahagia di surga sana
beliau meninggal di saat usiaku masih 3 tahun


gubuk kecil peninggalan ayah
tasbih peninggalan ibu
kini tinggallah kenangan
entah sampai kapan gubuk kecil itu bisa bertahan
menahan hembusan angin yang seakan murka
menahan hempasan air laut yang menyeramkan
ku harap itu tetap beridiri kokoh sampai nanti
sampai aku berhasil dan membuat mereka yang begitu ku sayang
ayah…
ibu…
kakak…
tersenyum bangga di surga sana

<.7.>

Aku sendiri
Tak ada ayah
Tak ada ibu
Tak ada saudara
Aku yatim piatu

Kuputuskan Berangkat ke kota
Meninggalkan gubuk kecil dan selembar surat
Surat sederhana yang di tuliskan oleh tetanggaku
Mungkin saja ayah dan saudaraku akan kembali

Ayah…
Kemana ayah selama ini
Aku kesepian
Ma’af ayah…
Aku harus ke kota mencari kehidupan baru
Aku tak sanggup sendiri
Jika ayah sudah kembali
Jemput aku ayah
Aku menunggumu

Sampai di kota, tepat pukul 7 pagi
Kulihat segerombolan anak-anak
Lengkap dengan seragam putih merah
Tampak keceriaan dari wajah-wajah mereka

Diam-diam
Aku mengikuti mereka hingga ke sekolah
Tak sekalipun mataku berani berkedip
Takut kehilangan jejak dan akhirnya kesasar

Aku terkesima
Begitu banyak anak yang ada di depanku
Bermain, bercanda dan berlarian kesana kemari
Tuhan…
Kapan aku bisa merasakan kebahagiaan itu ? tanyaku dalam gundah
Memakai seragam sekolah
Memiliki banyak teman bermain
Yah, di balik pagar aku hanya mampu berderai air mata
memperhatikan mereka bermain dengan riangnya

Dan ketika bel mulai berbunyi
Dengan segera aku menyelinap masuk
Bergabung dengan mereka yang saling berlarian memasuki kelas

Di balik jendela aku mengintip dan mendengarkan
Cukup selembar daun pisang
Dan pulpen sederhana yang ku pungut di tempat sampah
Berharap sang guru tak mengetahui keberadaanku

Aku tidak tahu membaca
Aku tidak tahu menulis
Sejak kecil aku hanya menghabiskan waktu membantu ayah
Tak ada waktu untuk belajar
Jangankan membeli buku
Untuk sesuap nasi saja harus bekerja mati-matian

<.8.>

Lima bulan sudah berlalu
Kebiasaan mengintip di jendela semakin kunikmati
Cukup itu…
Sudah banyak ilmu yang ku dapat dari tempatku mengintip

Belajar menulis…
Belajar membaca…
Belajar berhitung…
Alhamdulillah, kini aku tidak buta huruf lagi

maka setiap hari kita akan mendengarkan sebuah kisah;
 bukan hanya kisah - lebih adalah hidup;
dari mereka-mereka yang terbatas ini,
namun memiliki mimpi-mimpi yang tak terbatas
percaya nak!
bintang paling terang bersinar di langit paling gelap!
ucapan guru itu menyentuh hatiku
semangat menuntut ilmu semakin membara
membakar semua rasa lelah
rasa lelah yang setiap pagi menghabiskan waktu di pasar
sebagai kuli panggul.

<.9.>

Langkahku terhenti
Barang yang ada di tangan jatuh berserakan
Entahlah….
Hatiku mendadak risau
Di sergap rasa rindu

Ayah….
Bagaimana kabarnya beliau sekarang
Kenapa beliau tak kunjung menjemputku
Apakah memang beliau belum kembali
Atau memang benar
Beliau tidak akan pernah kembali

Di ujung jalan ku lihat seorang bapak bersama anaknya
Sangat jelas tergambar kebahagiaan dari wajah mereka
Sungguh, hati ini iri melihatnya

Dia memperhatikanku
Yah, anak kecil itu melihatku
Lengkap dengan seragam sekolah
Buku, tas, sepatu yang terlihat mewah
Ia berjalan menghampiriku

Ini uang untukmu
Anak itu memberiku beberapa lembar uang
Ia tersenyum dan berusaha meraih tanganku

                        Tidak ! terima kasih
                        Aku memang butuh uang tapi aku bukanlah pengemis
                        Ayahku selalu berpesan
                        Sekalipun kau sudah hampir mati karena kelaparan
                        Jangan pernah menjadi peminta-minta
                        Kita memang tidak punya uang
                        Tapi kita masih punya hati dan harga diri
                        Lebih baik mati kelaparan
                        Daripada harus menggantungkan nasib dengan meminta-minta

                        <.10.>
                       
                        Mengintip dari balik jendela
                        Kebiasaan itu terus saja berlanjut
                        Hingga  berlangsung selama 1 tahun
                        Dan kini usiaku 9 tahun

                        Kemana lagi ku harus melanjutkan hidup
                        setahun sudah aku berkelana tanpa tujuan
                        Tidur dimana saja saat kaki mulai lelah melangkah
                        Kolong jembatan
                        Halaman mesjid
                        Bahkan tak jarang tidur di pinggir jalan
                        Kedinginan, Sendiri dan kesepian

                        Kota yang penduduknya seperti lautan manusia
                        Kemana mereka ?
                        Kenapa tak ada satupun yang mau melirik apalagi membantuku

                        Terbersit di angan
                        Kapan aku bisa kembali ke kampung
                        Melihat gubuk kecil peninggalan ayah
                        Gubuk sederhana Yang penuh dengan kenangan bersama mereka yang ku sayang
                        Ayah…
                        Ibu…
                        kakak…
                        Aku merindukan kalian

                        <.11.>

                        Pagi yang cerah di kota metropolis
                        Tak ada yang berbeda
                        Semua terlihat sama saja
                        Aku berangkat ke pasar
                        Melakukan apa saja yang bisa kulakukan untuk makan hari ini

                        Ribuan manusia
                        Berlalu lalang di depanku
                        Tak ada yang peduli
                        Tak ada yang memperhatikanku
                        Matipun, aku akan tetap dihiraukan

                        mmm….
                        Kemana budaya negeriku
                        Yang masyarakatnya di kenal ramah
                        Baik hati dan suka menolong
                        Atau apakah mungkin
                        Budaya itu hanyalah bagian dari rencana hebat yang sedang berjalan

                        Tolong…tolong…selamatkan aku
                        Dengan tenaga yang tersisa aku memanggil mereka yang ku lihat
                        Aku terbaring lemah tak berdaya di pinggir jalan
                        Saat berjalan menuju sekolah
Tempat dimana aku biasa mengintip untuk belajar
                        Aku di tabrak mobil
                        Aku korban tabrak lari 2

                        <.12.>

                        anak yang malang, aku !
                        Saat membuka mata
                        Ku dapati diriku terbaring lemah tak berdaya

                        Kaki dan kedua tanganku penuh dengan balutan perban
                        Sakit, perih, darah berlumuran di pakaianku yang compang camping

                        Aku dimana ?
                        Apa yang sudah terjadi padaku ?
                        Bapak tua itu memelukku
                        Kurasakan Air matanya jatuh membasahi keningku
                        Tenanglah nak,
                        Kamu ada di rumah sakit
                        Bapak tidak sengaja melihatmu terbaring di pinggir jalan
                        Berlumuran darah
                        Karena itu bapak membawamu ke rumah sakit

                        Tuhan…
                        Cobaan apa lagi ini ?
                        Kenapa Engkau tidak mengambil nyawaku saja
                        Mempertemukan aku dengan ayah, ibu, kakak
                        Yang telah lebih dulu Engkau renggut dariku

                        Aku berteriak sekeras mungkin
                        Protes pada takdir yang tak pernah memihakku
                        Mengeluh pada keadaan yang selalu menyulitkanku
                        Dan menuntut pada manusia-manusia yang tidak punya hati

                        <.13.>
                       
                        Tiga hari aku menghabiskan waktu di rumah sakit
                        Kaki kananku patah,
                        Butuh waktu yang lama untuk kembali bisa berjalan

                        Bapak tua itu,,,
                        Bapak yang sudah merubah pandanganku
                        Bahwa orang kaya itu sombong dan tak punya hati
                        Beliau membiayai semua pengobatanku
                        Bahkan beliau berencana akan menyekolahkanku
                        Sungguh, hatinya bagaikan malaikat

                        Di televisi rumah sakit
                        Aku menyaksikan sebuah berita
                        Berita dahsyat, meluluhlantahkan hati dan perasaanku

                        Astagfirullah…
                        Aku fikir hanya aku yang menderita
                        Aku fikir hanya aku yang tersiksa
                        Karena itu aku begitu marah pada takdir

                        Mereka melewati jembatan gantung
                        Kecil, miring, rapuh
                        Nyawa menjadi taruhannya
                        Bersekolah bagaikan berjuang melawan maut
                        Berita miris dari lebak banten 3

                        Baru saja aku merasa tenang karena akan di sekolahkan
                        Sekarang di depanku
                        Aku di hadapkan pada kenyataan yang begitu memilukan

                        Ribuan anak, tak terkecuali aku
                        Demi seutas impian dan kebahagiaan
                        Rela mempertaruhkan nyawa

                        Menyebrangi sungai 4
                        Mendaki gunung
                        Menelusuri hutan 5
                        Hanya demi seutas harapan
                        Masa depan yang lebih indah
                       
                        <.14.>

                        Perlahan….
                        Dengan kesabaran hati yang selalu ku jaga
                        Setelah mengingat nasihat-nasihat ayah dulu
                        Takdir mulai memihak kepadaku
                        Aku akhirnya bisa bersekolah
                        Belajar dengan tenang
                        Tak harus mengintip dari balik jendela

                        Aku harus pintar
                        Aku harus menjadi orang yang sukses
                        Aku harus membalas semua kebaikan bapak yang sudah menolongku
                        Aku harus membuktikan pada dunia
Bahwa mimpi itu bukan hanya milik mereka yang berduit
Bukan hanya milik mereka yang mempunyai kekuasaan
Tapi aku, anak malang yang yatim piatu
Juga berhak bermimpi dan merasakan manisnya kehidupan

                        bertahun-tahun aku hidup dengan semangat yang begitu membara
                        menjadi juara kelas
                        mengikuti perlombaan-perlombaan
                        apapun akan kulakukan demi menjadi orang yang hebat

                        kini usiaku 25 tahun
                        tak ada lagi aku si anak yang malang
                       
                        aku punya banyak teman
                        tak ada kesedihan dalam hidupku
                        dan aku sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama

                        <.15.>

                        Bertahun-tahun aku meninggalkan kampung halaman
                        Berpetualang mencari kehidupan yang lebih baik
                        Meninggalkan semua kenangan indah bersama keluarga yang aku sayang
                       
                        Kini Sudah saatnya aku kembali
                        Melihat kembali cerita masa laluku yang kelam
                        Melihat kembali gubuk sederhana dan tasbih peninggalan ayah dan ibu
                        Barang paling berharga yang pernah kumiliki

                        Tapi tidak….
Aku tidak pernah bermimpi untuk kembali melihat surat sederhana yang pernah kutitip untuk ayah
Mungkin sudah usang
Terbang terbawa angin
Atau mungkin terkubur oleh pasir

Ayah, ayah, ayah
Kenapa belum kembali ?
Aku menjerit
Melihat surat itu masih ada di antara sisa-sisa reruntuhan gubuk
Tasbih peninggalan ibu, dengan setia menemani
Tak ada yang berubah

Ayah….
Aku pulang untuk membanggankanmu
Aku pulang untuk melihatmu tersenyum
Aku pulang untuk mengusap air matamu
Kemana engkau ayah ?





1.      Puisi ini merupakan gabungan dari beberapa kisah nyata yang di gabungkan menjadi sebuah cerita yang saling berkaitan.
2.     Berdasarkan data Sub-Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Polda Metro Jaya, kasus tabrak lari di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi selama Januari-Juli 2013 terjadi sebanyak 953 kali, dengan rata-rata lebih dari 120 kejadian per bulannya. Dengan rincian, pada Januari terjadi sebanyak 140 kali, Februari sebanyak 128 kali, Maret sebanyak 144 kali, April sebanyak 120 kali, Mei 136 kali, Juni terjadi 144 kali, dan Juli terjadi 141 kali.
Jumlah kasus tabrak lari tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 1956 kejadian, dari 2087 kejadian di 2011. Jumlah korban tahun 2012 juga mengalami penurunan menjadi 2094 jiwa, dari 2202 jiwa di 2011.
Pada 2012, korban tewas sebanyak 258 jiwa, luka berat 708 jiwa, dan luka ringan 1128 jiwa. Sementara itu, jumlah kerugian kendaraan bermotor sebanyak 1821 unit dan materi sebesar Rp 2.295.450.000.
Pada 2011, korban tewas sebanyak 331 jiwa, luka berat sebanyak 672 jiwa, dan luka ringan sebanyak 1199 jiwa. Sedangkan jumlah kerugian kendaraan bermotor sebanyak 2008 unit dan materi sebesar Rp 2.068.710.000.
3.      Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Sangiang Tanjung dan Desa Pasir Tanjung, Lebak Banten, pernah disorot dunia. Jembatan ini mendapat perhatian karena kondisinya sudah tak layak dilalui.
Jembatan ini menjadi perhatian pejabat di Indonesia setelah media dari Inggris, Daily Mail menulisnya. Media itu menggambarkan bagaimana perjuangan anak-anak sekolah melalui jembatan tersebut.
Bahkan, Daily Mail menyamakan keberanian anak-anak sekolah melewati jembatan itu seperti di film Indiana Jones. "Aksi mereka seperti aksi di salah satu adegan di film Indiana Jones and The Temple of Doom," tulis Daily Mail.
bukan hanya di lebak Banten, tapi masih banyak daerah lain di tanah air yang setiap harinya anak-anak yang mau ke sekolah harus bertaruh nyawa melewati jembatan gantung yang begitu memperihatinkan. Sebut saja Sulawesi utara, Surabaya, depok dan daerah-daerah pinggiran yang terabaikan di mata pemerintah.
4.     Semangat anak-anak di pedalaman Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam menimba ilmu patut ditiru. Untuk mencapai ke sekolah saja, mereka harus menempuh jarak berkilo meter.
Bahkan di tengah perjalanan, mereka harus rela menanggalkan pakaian untuk masuk ke sungai dan melawan derasnya arus.
Potret keteguhan dan semangat anak-anak ini dapat dilihat setiap hari di Kelurahan Maulumbi, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur.
Saat tiba di mulut sungai, anak-anak harus melepas pakaian dan menjunjung buku serta tasnya untuk menyeberangi sungai yang lebar dan dalam. Mereka harus mempertahankan tubuh agar tidak terbawa arus yang cukup kuat.
Keprihatinan ternyata tak hanya sampai di sini, setiap pergi dan pulang ke sekolah, kekhawatiran akan ancaman buaya senantiasa menghantui para orangtua.
5.      Anak-anak di perkampungan terpencil di tengah hutan di Dusun Ngapus, Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, belajar dengan fasilitas sangat sederhana di sekolah mereka. Dusun Ngapus terletak di tengah hutan atau sekira 30 kilometer dari pusat kota Jombang.
Jumlah siswa di SDN Sumebraji II sangat sedikit. Kelas 1 hanya tinggal empat siswa, kelas 2 tak ada siswanya, kelas 3 empat siswa, kelas 5 empat siswa, sementara kelas 6 tidak ada siswanya.















                       

                                   


           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

cerpen kecewa

(  jika kamu ingin aku pergi maka aku akan pergi, tapi satu hal yang harus kamu tahu, di saat aku telah pergi maka pada saat itu pula aku tak akan pernah kembali. Tangisanku hari ini, kekecewaanku saat ini. I.N.G.A.T  kamulah sebabnya. Jangan salahkan aku jika pada akhirnya aku benar-benar berpaling dan tidak mengingatmu lagi. ) “ An_Nisa “Kecewa itu…..” By : An_Nisa Hari itu langkahku terhenti. Orang yang selama ini hilang dalam hidupku, muncul lagi di depanku. Aku ingin berteriak memanggil namanya, tapi entah kenapa hatiku begitu berat untuk mengucap namanya hingga ia berlalu begitu saja di depanku. Hmmmmm,,,,,betapa menyesalnya aku, padahal aku hanya ingin dia tahu bahwa aku sedikitpun nggak tersiksa dengan sikapnya padaku yang sekarang. Terima kasih sudah membuatku seperti ini. Aku nggak bisa berbuat apa-apa selain menyesali semuanya dan melambaikan tanganku padanya. semoga saja dia lebih bahagia dariku. ^_^ Lupakan,,,,,kata itu seolah menjadi bagian dari langkahku s

makalah tentang wasiat

Nama : Anisa Nim : 10300112006 jurusan :Hukum Pidana dan Ketatanegaraan ( UIN Alauddin Makassar )   BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Wasiat adalah amanah yang diberikan seseorang menjelang ajalnya atau dia membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang sehat, artinya bukan ketika menjelang ajal.Wasiat dapat dipandang sebagai bentuk keinginan pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang diberi wasiat.Oleh karena itu, tidak semua wasiat berbentuk harta. [1] Adapula wasiat yang berkaitan dengan hak kekuasaan yang akan dijalankan sesudah ia meninggal dunia, misalnya seorang berwasiat kepada orang lain supaya mendidik anaknya kelak, membayar utangnya , atau mengembalikan barang pinjamannya sesudah si pemberi wasiat itu meninggal dunia. Hak kekuasaan yang diserahkan hendaklah berupa harta, hak kekuasaan yang bukan berupa harta tidak sah diwasiatkan. Misalnya menikahkan anak perempuannya karena kekuasaan walisetelah ia meninggal dunia berpindah kepada wali yang

Last good bye 안녕 😭😭

Last good bye By: An_Nisa Aku harus bertahan berapa lama lagi? Aku harus menunggu berapa lama lagi? Aku harus menderita berapa lama lagi? Aku lelah...biarkan aku menyerah Jika aku melambaikan tangan Ku mohon... Jangan menangis Jika aku melangkah pergi Ku mohon..  Jangan menunggu Jika aku menutup mata Ku mohon... Ikhlaskan aku Aku tahu... Ada cinta dihatimu Ada kasih dihatimu Ada peduli dihatimu Aku mengerti itu Dalam gelap setitik cahaya menghampiri Bukan hanya sekedar menyapa Tapi "DIA" memanggilku Ku mohon,  mudahkan jalanku dengan maafmu Orang tua,  saudara,  nenek,  Teman dan sahabatku Aku menyayangi kalian